Jumat, 28 November 2008

RINITIS ALERGI

A. Pengertian

v Inflamasi membran mukosa hidung

v Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah pejanan alergen melalu inflamasi yang diperantarai oleh IgE pada mukosa hidung sebagai organ sasaran utama.

v Rhinitis alergika (allergic rhinitis) terjadi karena sistem kekebalan tubuh kita bereaksi berlebihan terhadap partikel-partikel yang ada di udara yang kita hirup. Sistem kekebalan tubuh kita menyerang partikel-partikel itu, menyebabkan gejala-gejala seperti bersin-bersin dan hidung meler. Partikel-partikel itu disebut alergen yang artinya partikel-partikel itu dapat menyebabkan suatu reaksi alergi.

B. Etiologi

Rhinitis alergi biasanya disebabkan oleh :

1. Pohon, rumput, dan pollen

2. Tungau debu rumah, bulu binatang, kecoak, dan mold

3. zat yang ada di lingkungan kerja seperti debu kayu, bahan-bahan kimia

C. Klasifikasi

* Klasifikasi berdasarkan jenisnya :

1. Rhinitis allergik yaitu mungkin suatu tanda dari allergi

2. Rhinitis non allergik disebabkan oleh : infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensi

* Klasifikasi berdasarkan atas lamanya

1. Rhinitis alergi Intermiten

2. Rhinitis alergi persisten

* Berdasarkan derajat berat penyakit

1. Rhinitis alergi ringan

2. Rhinitis alergi berat

D. Patofisiologi

Perjalanan seseorang hingga mengalami gejala rinitis cukup rumit. Awalnya, alergen yang terhirup masuk ke dalam mukosa hidung akan ditangkap oleh makrofag/monosit seperti halnya sel asing/antigen yang lain. Alergen itu akan membentuk fragmen pendek peptida yang selanjutnya berikatan dengan HLA kelas II pada makrofag sehingga terbentuk major histocompatibililty complex (MHC) kelas II. MHC akan melepas sitokin interleukin-1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 menjadi Th1 dan Th2. Kemudian, Th2 akan menghasilkan banyak sitokin di antaranya IL-4 dan IL-13. Kedua sitokin itu akan mengakibatkan limfosit B menjadi aktif sehingga dapat memproduksi IgE. Lalu, IgE akan mengembara dalam peredaran darah dan berikatan dengan sel-sel radang yang mempunyai reseptor IgE yaitu sel mast dan basofil. Tahap ini disebut tahap sensitisasi.

Kemudian, bila mukosa hidung menerima alergen yang sama maka proses berikutnya dimulai yang dikenal sebagai tahap provokasi. Alergen yang sama itu akan ditangkap oleh kompleks IgE-sel mast/basofil. Peristiwa itu membuat dinding sel mast/basofil pecah (degranulasi) sehingga keluarlah mediator yang sudah terbentuk (preformed mediators) yakni histamine, triptase dan kimase. Selain itu, dikeluarkan juga mediator yang baru terbentuk (newly formed mediators) seperti prostaglandin D2 (PGD2), leukotrien C4 dan D4, bradikinin, platelet activating factors (PAF), interleukin, dan granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF). Semua mediator itulah (terutama histamin) yang menyebabkan gejala akut seperti bersin, gatal, dan hidung meler (rinore). Reaksi ini disebut reaksi alergi fase cepat yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya.

Namun tak sampai disitu saja. Sel-sel radang lain seperti eosinofil, limfosit, dan neutrofil ikut meramaikan reaksi akut itu sehingga sitokin yang diproduksi pun makin banyak jumlahnya. Akibat lebih lanjut adalah hidung tersumbat dan menjadi lebih sensitif terhadap rangsang non-spesifik seperti asap rokok, bau-bau yang merangsang, perubahan cuaca, dan kelembaban tinggi. Peristiwa ini dikenal sebagai reaksi alergi fase lambat yang mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat menetap hingga 24-48 jam. (dr Nina Irawati SpTHT dalam Simposium “Current Opinion in Allergy and Clinical Immunology“, 2004.)

E. Manifestasi klinis

Gejala-gejala paling sering dari rhinitis alergika adalah:

1. Bersin berulangkali, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari.

2. Hidung meler dan postnasal drip. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.

3. Mata gatal, berair.

4. Telinga, hidung, dan tenggorokan gatal.

F.

Alergen yang terhirup masuk ke dalam mukosa hidung

Patway























Diltasi pembuluh darah perifer











Nyeri kepala





Pola nafas tidak efektif







G. Komplikasi

1. Polip hidung

2. Sinusitis

3. Otitis media

H. Pemeriksaan penunjang

1. Skin test, posedurnya yaitu akan menaruh sejumlah kecil cairan alergen tertentu ke kulit untuk melihat apakah cairan tersebut menimbulkan reaksi alergi pada pasien

2. Tes laboratorium untuk melihat apakah ada zat-zat tertentu dalam darah pasien yang menunjukkan bahwa pasien menderita rhinitis alergika.

I. Penalataksanaan

1. Antihistamin

Antihistamin bekerja dengan memblok reseptor histamin. Dikenal 3 macam reseptor histamin yaitu H1, H2 dan H3. Reseptor histamin yang diblok pada pengobatan rinitis alergi adalah H1 yang terdapat di bronkus, gastrointestinal, otot polos, dan otak

2. Kortikosteroid

Berdasarkan pemakaiannya, kortikosteroid dibagi menjadi 2 yaitu topikal dan sistemik. Kortikosteroid topikal menjadi pilihan pertama untuk penderita rinitis alergi dengan gejala sedang sampai berat dan persisten (menetap), karena mempunyai efek antiinflamasi jangka panjang. Kortikosteroid topikal efektif mengurangi gejala sumbatan hidung yang timbul pada fase lambat.

3. Dekongestan

Dekongestan dapat mengurangi sumbatan hidung dan kongesti dengan cara vasokonstriksi melalui reseptor adrenergik alfa. Preparat topikal bekerja dalam waktu 10 menit, dan dapat bertahan hingga 12 jam. Efek samping adalah rasa panas dan kering di hidung, ulserasi mukosa, serta perforasi septum. Yang terakhir jarang terjadi. Takifilaksis dan gejala rebound (rinitis medikamentosa) dapat terjadi pada pemakaian dekongestan topikal jangka panjang.

4. Penstabil Sel Mast

Contoh golongan ini adalah sodium kromoglikat. Obat ini efektif mengontrol gejala rinitis dengan efek samping yang minimal. Sayangnya, efek terapi tersebut hanya dapat digunakan sebagai preventif. Preparat ini bekerja dengan cara menstabilkan membran mastosit dengan menghambat influks ion kalsium sehingga pelepasan mediator tidak terjadi. Kelemahan lain adalah frekuensi pemakaiannya sebanyak 6 kali per hari sehingga mempengaruhi kepatuhan pasien.

5. Immunoterapi

Mekanisme immunoterapi dalam menekan gejala rinitis adalah dengan cara mengurangi jumlah IgE, neutrofil, eosinofil, sel mast, dan limfosit T dalam peredaran darah. Salah satu contoh preparat ini adalah omalizumab. Omalizumab merupakan antibodi anti-IgE monoklonal yang bekerja dengan mengikat IgE dalam darah

J. Pencegahan

1. Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu pollen sangat banyak di udara. Umumnya pollen sedikit di udara hanya beberapa saat setelah matahari terbit. Mereka kemudian jumlahnya makin banyak dan paling banyak pada tengah hari dan sepanjang siang. Jumlahnya kemudian berkurang menjelang matahari terbenam.

2. Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC untuk membantu mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah anda. Jangan gunakan kipas dengan buangan keluar (exhaust fan) karena dapat membawa lebih banyak pollen masuk ke dalam rumah anda.

3. Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.

4. Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:

* Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar.

* Keringkan pakaian anda dengan mesin pengering, jangan jemur di luar.

5. Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di tempat anda ke tempat di mana tanaman yang membuat anda alergi tidak tumbuh.

6. Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari berangin.

7. Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan mold, seperti berkebun (terutama saat bekerja dengan kompos), memotong rumput.

8. Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang berguguran, potongan rumput, dan kompos.

9. Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower curtains, dan karet-karet jendela paling sedikit sebulan sekali dengan disinfektan atau cairan pemutih. Gunakan pemutih dengan hati-hati, karena dapat membuat hidung anda teriritasi. Jika hidung anda teriritasi, gejala alergi anda dapat memburuk.

10. Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering.

11. Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur.

12. Jangan gunakan karpet.

K. Pemeriksaan penunjang

3. Skin test, posedurnya yaitu akan menaruh sejumlah kecil cairan alergen tertentu ke kulit untuk melihat apakah cairan tersebut menimbulkan reaksi alergi pada pasien

4. Tes laboratorium untuk melihat apakah ada zat-zat tertentu dalam darah pasien yang menunjukkan bahwa pasien menderita rhinitis alergika.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Data subyektif :

Perawat mengkaji adanya :

1. Riwayat bernafas melalui mulit pada siang atau malm hari : kapan terjadinya, lamanya dan frekuensinya

2. Riwayat pembedahan hidung atau pada hidung

3. Riwayat penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenisnya, jumlah, frekuensi, dan lamanya penggunaan

Data obyektif :

Perawat memeriksa keadaan pasien menemukan adanya :

1. Pada hidung

Ø secret hidung : warna, jumlah dan konsistensinya (banyak dan encer)

Ø ada tidaknya perdaranan hidung dari satu kedua hidung

Ø ada tidaknya krusta atau nyeri pada hidung

Ø kemerahan dan edema pada membrane mukosa

2. gejala atau tanda umum lainya

Ø sering bersin

Ø iritasi pada hidung (gatal-gatal)

Ø iritasi konjungtiva berupa lakrimasi

Ø adanya nyeri kepala bagian frontal

B. Diagnosa keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan reaksi alergi, sumbatan hidung

2. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi penyakit

C. Intervensi

DX 1 : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi alergi, sumbatan hidung.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola napas pasien kembali normal.

NOC : Respiratory status ; Airway potency.

Kriteria Hasil :

§ Suara nafas bersih, tidak ada sianosis, dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan baik).

§ Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).

§ tanda- tanda vital dalam rentang normal.

Indicator Skala :

1. tidak pernah menunjukkan.

2. jarang menunjukkan.

3. kadang menunjukkan.

4. sering menunjukkan.

5. Selalu menunjukkan.

NIC : Airway management

Intervensi :

1. Buka jalan nafas, gunakan tehnik chin lift.

2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.

3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.

4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suaran nafas tambahan.

5. Monitor respirasi dan status O2.

6. Berikan antibiotik.

DX II Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama proses keperawatan diharapkan Nyeri berkurang.

NOC : Kontrol Nyeri

Kriteria Hasil :

§ Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan )

§ Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri

§ Mampu mengenal nyeri ( skala , intensitas , frekuensi dan tanda nyeri ).

§ Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Indicator Skala :

1. Tidak melakukan

2. Jarang melakukan

3. Sering melakukan

4. Selalu melakukan

5. Kadang melakukan

NIC : Pain management

1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi : lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas / beratnya nyeri, dan factor- factor predisposisi.

2. Observasi isyarat –isyarat non verbal dari ketidaknyamanan , khususnya dalam ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.

3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri

4. Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologi (ex: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi,aplikasi panas-dingin, masase, dll)

5. Berikan anelgetik untuk mengurangi nyeri

DX III : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan penegtahuan pasien menjadi adekuat.

NOC : Pengetahuan tentang proses penyakit

Kriteria Hasil :

§ Mendeskripsikan proses penyakit

§ Mendeskripsikan factor penyebab

§ Mendeskripsikan factor resiko

§ Mendeskripsikan tanda dan gejala

§ Mendeskripsikan komplikasi

Indicator skala :

1. tidak pernah dilakukan

2. jarang dilakukan

3. kadang dilakukan

4. sering dilakukan

5. selalu dilakukan

NIC : Mengajarkan proses penyakit

Intervensi :

1. Mengobservasi kesiapan klien untuk mendengar (mental, kemampuan untuk melihat, mendengar, kesiapan emosional, bahasa dan budaya)

2. Menentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.

3. Menjelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala)

4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang dapat mencegah atau mengontrol proses penyakit.

5. Diskusikan tentang terapi atau perawatan.

D. EVALUASI

Dx

Criteria hasil

Keterangan skala

1

§ Suara nafas bersih, tidak ada sianosis, dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan baik).

§ Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).

§ tanda- tanda vital dalam rentang normal.

1. tidak pernah

menunjukkan.

2. jarang menunjukkan.

3. kadang menunjukkan.

4. sering menunjukkan.

5. Selalu menunjukkan.

2

§ Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan )

§ Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri

§ Mampu mengenal nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri ).

§ Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

1. Tidak melakukan

2. Jarang melakukan

3. Sering melakukan

4. Selalu melakukan

5. Kadang melakukan

3

§ Mendeskripsikan proses penyakit

§ Mendeskripsikan factor penyebab

§ Mendeskripsikan factor resiko

§ Mendeskripsikan tanda dan gejala

§ Mendeskripsikan komplikasi

1. tidak pernah dilakukan

2. jarang dilakukan

3. kadang dilakukan

4. sering dilakukan

5. selalu dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2000, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta

Corwin E, Patofisiologi (buku Saku), EGC, Jakarta

Gordon et all. 2002. Nanda Nursing Diagnoses. Definition and classification 2001-

2002. Phildelpia : NANDA

Johnson, marion, dkk. 2000. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes

Classifition (NOC), Second Edition. USA : Mosby

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : EGC

Mccloskey, joane C.dkk. 1996. IOWA Intervention Project Nursing Intervention

Classifition (NOC), Second Edition. USA : Mosby

www.google.com

www.combiphar.com

www.wordpress.com

www.kalbe.co.id

Tidak ada komentar: