Jumat, 28 November 2008

STRIKTUR URETRA

  1. Pengertian

- Defenisi Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil

- Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan perut dan kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)

- Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya uretra. (C. Long , Barbara;1996 hal 338)

  1. Penyebab
    Striktur uretra dapat terjadi secara:

a. Kongenital
Striktur uretra dapat terjadi secara terpisah ataupun bersamaan dengan anomali saluran kemih yang lain.

b. Didapat.

- Cedera uretral (akibat insersi peralatan bedah selama operasi transuretral, kateter indwelling, atau prosedur sitoskopi)

- Cedera akibat peregangan

- Cedera akibat kecelakaan

- Uretritis gonorheal yang tidak ditangani

- Infeksi

- Spasmus otot

- Tekanan dai luar misalnya pertumbuhan tumor
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468 dan C. Long , Barbara;1996 hal 338)

  1. Patofisiologi

Anatomi fisiologi uretra Uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu anterior dan posterior. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulan uretra dan bulbulus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, letak bebas di luar tubuh sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah. Uretra posterior terletak di posterior tulang pubis dianterior rectum, terdapat spinker internus dan eksternus sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi sulit. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 cih dan wanita 30 cih, sedangkan anak-anak 1 cih. Apabila 1 cih 0,3 mm sehingga lumen uretra laki-laki sama dengan 7,1 mm dan wanita 9 mm. Biomekanik striktur uretra. Dalam ilmu fisika dikenal hukum Borke – Bar – Lussae : P x V : C.R Keterangan rumus : P : Tekanan V : Volume R : Tahanan C : Konstanta Juga dikenal tahanan berbanding terbalik dengan diameter, pada striktur uretra lumen uretra mengecil sehingga tekanan naik. Apabila tahanan naik, maka untuk mempertahankan volume sesuai dengan hukum Borle – Bar – Lussae tekanan harus naik. Jadi pada striktur uretra pada waktu kencing, kencing harus menaikkan tekanan. Dalam ilmu fisika dikenal 2 macam aliran cair yaitu aliran streamline dan aliran turbulent. Aliran streamline dengan kecepatan yang sama dan aliran turbulent dengan kecepatan berbeda-beda. Hal ini menyebabkan urine di samping kecil karena lumen mengecil juga bercabang. Urine yang kecepatannya rendah. Uretra berfungsi mengalirkan urine dari kandung kemih keluar tubuh. Gambar berikut memperlihatkan penampang anatomi saluran kemih dan proses terjadinya striktur pada urethra. Patologi Striktur Uretra Trabekulasi, sarkulasi dan vertikal : Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, sesuai dengan hukum starling, dan apabila otot diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal dan akan terjadi trabekulasi pada fase compensasi, setelah itu pada fase decompensasi timbul sirkulasi dan vertikel menonjol di luar buli-buli. Dengan demikian divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot. Residu urine Pada fase compensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat timbul residu. Pada fase dekompensasi akan timbul residu, residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing dalam keadaan normal residu ini tidak ada. Refluks vesiku uretra Dalam keadaan normal pada saat b.a.k urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesikel yang meninggi maka akan terjadi refluks yaitu urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ke ginjal. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal Dalam keadaan normal buli-buli dalam keadaan stent. Salah satu cor tubuh mempertahankan buli-buli dengan perlu setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli gampang terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli akan timbul refluks, maka timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya. Inflitrat urine, abces dan fistulla Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang maka timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proximal dari striktur urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul meninggi abces, abces pecah pistel disuprapubis atau uretra proximal dari striktur.

  1. Manifestasi Klinis

- Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang

- Gejala infeksi

- Retensi urinarius

- Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)

Derajat penyempitan uretra:

a. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.

b. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra.

c. Berat:oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Ada derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 )

  1. Penatalaksanaan

a. Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat pemasangan kateter

b. Medika mentosa

Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri.
Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi.

c. Pembedahan

- Sistostomi suprapubis

- Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.

- Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau otis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke dalam buli–buli jika striktur belum total. Jika lebih berat dengan pisau sachse secara visual.

- Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa pemotonganjaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih baik.
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)

  1. Pemeriksaan Penunjang

a. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.

b. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli.

c. BUN/kreatin : meningkat

d. Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi.

e. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi

f. Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)

  1. Pencegahan

Elemen penting dalam pencegahan adalah menangani infeksi uretral dengan tepat. Pemakaian kateter uretral untuk drainase dalam waktu lama harus dihindari dan perawatan menyeluruh harus dilakukan pada setiap jenis alat uretral termasuk kateter

(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)

ASUHAN KEPERAWATAN

  1. Pengkajian

a. Sirkulasi

Tanda: peningkatan TD ( efek pembesaran ginjal)

b. Eliminasi

Gejala: penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekurnsi berkemih
Tanda: adanya masa/sumbatan pada uretra

c. Makanan dan cairan
Gejala; anoreksia;mual muntah, penurunan berat badan

d. Nyeri/kenyamanan
Nyeri suprapubik

e. Keamanan : demam

f. Penyuluhan/pembelajaran
(Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)

  1. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

a. Nyeri b.d insisi bedah sitostomi suprapubik
Tujuan : nyeri berkurang/ hilang
Kriteria hasil:
a. Melaporkan penurunan nyeri
b. Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks
Intervensi:
• Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor pencetus dan penghilang nyeri
• Kaji tanda nonverbal nyeri ( gelisah, kening berkerut, mengatupkan rahang, peningkatan TD)
• Berikan pilihan tindakan rasa nyaman
Bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman
Ajarkan tehnik relaksasi dan bantu bimbingan imajinasi
• Dokumentasikan dan observasi efek dari obat yang diinginkan dan efek sampingnya
• Secara intermiten irigasi kateter uretra/suprapubis sesuaiadvis, gunakan salin normal steril dan spuit steril
Masukkan cairan perlahan-lahan, jangan terlalu kuat.
Lanjutkan irigasi sampai urin jernih tidak ada bekuan.
• Jika tindakan gagal untuk mengurangi nyeri, konsultasikan dengan dokter untuk penggantian dosis atau interval obat.

b. Perubahan pola eliminasi perkemihan b.d sitostomi suprapubik
Kriteria hasil:
a. kateter tetap paten pada tempatnya
b. Bekuan irigasi keluar dari dinding kandung kemih dan tidak menyumbat aliran darah melalui kateter
c. Irigasi dikembalikan melalui aliran keluar tanpa retensi
d. Haluaran urin melebihi 30 ml/jam
e. Berkemih tanpa aliran berlebihan atau bila retensi dihilangkan
Intervensi:
• Kaji uretra dan atau kateter suprapubis terhadap kepatenan
• Kaji warna, karakter dan aliran urin serta adanya bekuan melalui kateter tiap 2 jam
• Catat jumlah irigan dan haluaran urin, kurangi irigan dengan haluaran , laporkan retensi dan haluaran urin <30 ml/jam
• Beritahu dokter jika terjadi sumbatan komplet pada kateter untuk menghilangkan bekuan
• Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai instruksi
• Gunakan salin normal steril untuk irigasi
• Pertahankan tehnik steril
• Masukkan larutan irigasi melalui lubang yang terkecil dari kateter
• Atur aliran larutan pada 40-60 tetes/menit atau untuk mempertahankan urin jernih
• Kaji dengan sering lubang aliran terhadap kepatenan
• Berikan 2000-2500 ml cairan oral/hari kecuali dikontraindikasikan

c. Resiko terhadap infeksi b.d adanya kateter suprapubik, insisi bedah sitostomi suprapubik
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Hasil yang diharapkan:
a. Suhu tubuh pasien dalam batas normal
b. Insisi bedah kering, tidak terjadi infeksi
c. Berkemih dengan urin jernih tanpa kesulitan
Intervensi:
• Periksa suhu setiap 4 jam dan laporkan jikadiatas 38,5 derajat C
• Perhatikan karakter urin, laporkan bila keruh dan bau busuk
• Kaji luka insisi adanya nyeri, kemerahan, bengkak, adanya kebocoran urin, tiap 4 jam sekali
• Ganti balutan dengan menggunakan tehnik steril
• Pertahankan sistem drainase gravitas tertutup
• Pantau dan laporkan tanda dan gejala infeksi saluran perkemihan
• Pantau dan laporkan jika terjadi kemerahan, bengkak, nyeri atau adanya kebocoran di sekitar kateter suprapubis.
(M. Tucker, Martin;1998)

DAFTAR PUSTAKA


Wim de, Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Alih bahasa R. Sjamsuhidayat Penerbit Kedokteran, EGC, Jakarta, 1997
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan IAPK pajajaran, 1996
M. Tucker, Martin, Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V, Volume 3, Jakarta, EGC,1998
Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC, 2002
Basuki B. purnomo, Dasar-Dasar Urologi, Malang, Fakultas kedokteran Brawijaya, 2000
Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC. 2000

Tidak ada komentar: